Potensi Bahan Baku Lokal untuk Pakan Ternak Unggas

  • 01:37 WITA
  • Admin Jurusan Ilmu Peternakan
  • Artikel

A.  Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu komponen cukup penting dalam industri perunggasan. Biaya produksi dari pakan dapat mencapai sekitar 80%.  Hal ini sangat dirasakan khususnya pada peternak mandiri. Tingginya biaya produksi tersebut disebabkan oleh sebagian besar bahan baku pakan masih di impor, apatah lagi dengan adanya kebijakan pemerintah tentang tentang kenaikan bea masuk impor bahan pakan ternak menjadi lima persen mulai 1 Januari 2012 yang diatur dalam PMK Nomor 13/PMK.011/2011, banyak pengamat perunggasan memprediksikan harga pakan akan naik.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk mencari bahan baku alternatif dalam pakan unggas oleh ahli makanan ternak. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengurangi impor bahan baku dan menurunkan biaya produksi dalam indutsri perunggasan yang berasal dari pakan. Hasil kajian yang dilakukan menunjukan beberapa bahan baku lokal mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas. Dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa bahan baku lokal yang dapat menjadi alternatif untuk pakan unggas.

B.  Pengertian bahan baku lokal untuk pakan ternak unggas

Bahan baku adalah segala jenis bahan baku baik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah (pertanian, peternakan, perkebuanan dan industri pengolahannya) yang diperoleh di dalam negeri. Selanjutnya bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan secara efesien oleh ternak. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku lokal sebagai pakan ternak, yaitu: tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah diperoleh, dan dapat diproduksi secara kontinyu

Kendala yang sering ditemukan dalam penggunaan limbah pertanian, peternakan, dan perkebunan sebagai bahan baku lokal untuk pakan, yaitu kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan protein yang rendah. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut, maka penambahan bahan-bahan aditif atau imbuhan pakan serta bahan pakan lain masih perlu dilakukan agar kandungan nutrisnya menjadi lebih baik (komar, 1984).

C.  Berbagai jenis bahan baku lokal untuk pakan unggas

Berbagai jenis bahan baku lokal yang telah dianalisa kandungan nutrisinya yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pakan ternak unggas, yaitu:

1.    Eceng gondok

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Tanaman ini menjadi kendala di daerah tersebut, karena pertumbuhan bergitu cepat dalam sehari sekitar 3%, sehingga dalam waktu yang capat dapat menutupi permukaan rawa atau danau. Keberadaan tanaman ini lebih sering dianggap sebagai gulma air yang sangat merugikan manusia, karena menyebabkan pendangkalan sungai atau waduk serta menyebabkan penguapan air dan penurunan unsur hara yang cukup besar (Mahmilia, 2005).

Hasil analisis kimia menunjukan komposisi eceng gondok dalam bentuk bahan kering adalah: protein kasar 6,31%, lemak kasar 2,83%, serat kasar 26,61%, Ca dan P masing-masing 0,47 dan 0,66%, abu 16,12% serta BETN 48,14% (Mahmilia 2005). Menurut Soedarmono (1983) kandungan protein eceng gondok sekitar 11,95%, akan tetapi kandungan serat kasarnya cukup tinggi, sehingga dalam pemanfataannya pada ternak unggas harus dibatasi. Menurut hasil analisis Laboratorium Ilmu Makanan Ternak (2005), pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pakan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu kandungan air yang tinggi, teksturnya halus, dan banyak mengandung protein yang sulit dicerna.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan serat kasar eceng gondok adalah teknologi fermentasi. Hasil penelitian dengan menggunakan kapang dari galur T.harzianum menujukanpeningkatan nilai gizi tepung  eceng gondok,  yaitu: protein kasar 61,81% dan penurunan serat kasar sebesar 18%. Selanjutnya hasil uji biologis selama 6 minggu pada ayam ras pedaging menunjukan penggunaan tepung eceng gondok fermentasi sampai tingkat 15% dapat dilakukan (Mahmilia 2005). Pada penelitian tersebut tepung eceng gondok yang digunakan merupakan pengganti dedak dalam ransum.  Disamping itu mikroba lain yang dapat digunakan sebagi fermentator pada eceng gondok adalah Aspergillus niger (Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2005). Hasil penelitian lain yang dilakukan Saleh, Rifai dan Sari (2005), tentang penggunaan tepung daun eceng gondok 15% yang dikombinasikan dengan paku air 10% (Azolla pinnata) terfermentasi dalam ransum ayam ras pedaging selama delapan minggu tidak memberikan efek yang merugikan.  Eceng gondok yang digunakan sebagai pakan dalam bentuk segar sebaiknya dimasak dan dipotong-potong kecil kemudian dicampurkan dengan bahan pakan lain.  

 2.    Daun ubi kayu

Tanaman ubi kayu  (Manihot utilisima) cukup populer  pada masyarakat Indonesia. Di sebagian wilayah di Indonesia  umbinya (singkong) dijadikan sebagai makanan pokok. Selain umbinya yang dapat dimanfaatkan, bagian daun, khususnya yang tua dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pakan unggas. Daun ubi kayu (segar dan kering) memiliki kandungan mineral kalsium yang cukup tinggi dibandingkan jagung dan sorgum.  Kandungan kalsium (Ca) daun ubi kayu 0,25% Posfor (P) 0,15% (Hartadi, Reksohadiprodjo, Tillman, 1986).  Kandungan nutrisi daun ubi kayu berdasarkan bahan kering, yaitu 27,3% protein kasar, 7,6 sampai 10,5% lemak, 5,7 sampai 8,8% serat kasar, 50,1 sampai 51,9% BETN, energi 1991 kkal/kg dan bahan keringnya 81,50% (Gohl, 1981; Widodo, 2009).

Hasil penelitian pada ayam ras pedaging menunjukan, bahwa tepung daun ubi kayu dapat digunakan dalam campuran ransum sampai 10% (Voght, 1966; Parakkasi, 1983 dalam Widodo, 2009). Apabilah level tersebut dinaikan sampai 20% dalam ransum ayam ras pedaging dapat menurunkan pertambahan berat badannya (Roos dan Enriques, 1969 dalam Widodo, 2009). Namun penelitian yang dilakukan Siswantoro (1994), menunujukan bahwa penggunaan tepung daung ubi kayu sampai level 20% dapat memperbaiki konsumsi pakan dan bobot badan ayam ras pedaging.

Adanya perbedaan hasil yang diperoleh dari kedua hasil penelitian tersebut diatas mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan nutrisi tepung daun ubi kayu. Menurut Widodo (2009),  kandungan nutrisi daun ubi kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: varietas, kesuburan tanah, komposisi campuran daun dan tangkai, serta umur tanaman. Disamping itu kandungan asam sianida (HCN) pada daun ubi kayu merupakan salah satu faktor pembatas dalam penggunaanya dalam ransum unggas.

Kandungan asam sianida daun ubi kayu dapat diturunkan melalui proses pelayuan dan pengeringan serta dapat membantu dalam penyimpanan daun ubi kayu dalam waktu yang cukup lama. Konsentrasi asam sianida dapat diturunkan dengan cara pengukusan yang selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari (Purwanti, 2006).

 3.    Bungkil kelapa sawit

Beberapa peneliti melaporkan, bahwa limbah industri pengolahan kelapa sawit menjadi minya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Salah satu limbahnya yang memiliki potensi adalah bungkil kelapa sawit. Kandungan nutrisi bungkil kelapa sawit terutama energi dan proteinnya tergolong rendah, akan tetapi memiliki daya cerna yang cukup tinggi. Hasil analisis kandungan nutrisi bungkil kelapa sawit yang dilakukan Suhartatik (1991) dalam Widodo (2009), yaitu 92,12% bahan kering, 12,94 protein, 24,88 serat kasar, 3,81 lemak kasar, dan 4,01 abu. Disamping itu kandungan asam amino yang dimiiki cukup lengkap.

Bungkil kelapa sawit memiliki beberapa kelemahan, seperti kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan kandungan asam amino metionin dan lisin yang rendah, sehingga penggunaanya dalam ransum unggas harus dibatasi dan disubtitusi asam amino tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor untuk menurunkan kandungan serat kasar limbah kelapa sawit adalah teknologi fermentasi. Hasil pengujian biologis menunjukkan bahwa produk fermentasi limbah sawit dapat digunakan hingga 10% di dalam ransum ayam broiler dan ayam kampung, sedangkan pada itik yang sedang tumbuh dapat digunakan sampai 15% dalam ransumnya (Sinar Tani, 2009). Beberapa hasil penelitian lain menunjukan potensi bungkil kelapa sawit dalam memperbaiki performa ayam ras pedaging, pertambahan berat badan dan konversi pakan(Lubis,  1980; Hartati 1983 dalam Widodo, 2009).  Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Nazar dan Budiono (2010), menunjukan bahwa penambahan bungkil kelapa sawit sampai 75% menyebabkan terjadinya penurunan berat karkas. Hasil penelitian tersebut menyarankan pemebrian bungkil kelapa sawit dapat dilakukan sampai 25% dalam ransum ayam ras pedaging.

D.  Penutup

Urain potensi bahan baku lokal untuk ransum unggas dalam tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari bahan baku lokal yang telah dilakukan pengkajian. Pemanfaatan bahan baku lokal merupakan salah satu upaya untuk mengurangi impor bahan baku pakan unggas dan menurunkan biaya produksi dari pakan pada usaha peternakan. Namun penggunaanya dalam ransum unggas selama ini belum sepopuler dengan bahan baku konvensinal. 


Penulis : Muhammad Nur Hidayat

Admin Web : Muh. Arsan Jamili