Pengaruh Stres Panas terhadap Reproduksi Mamalia

  • 05:46 WITA
  • Admin Jurusan Ilmu Peternakan
  • Artikel

Secara umum stress panas dapat berefek pada profil endonkrin dan fertilitas ternak jantan. Pada ternak betina, stress panas mempengaruhi durasi estrus, kualitas kolostrum, tingkat kebuntingan, fungsi uterus, status endokrin, pertumbuhan dan perkembangan janin, mekanisme luteolitik, perkembangan awal janin, dan pertumbuhan pada janin.

 Spermatogenesis

Mamalia mempunyai testis yang letaknya di skrotum di luar tubuh sehingga suhu di dalam testis sedikit lebih rendah dibandingkan suhu tubuh. Skrotum membutuhkan suhu lebih rendah karena menjaga kondisi sperma dan meminimalkan perubahan gamet DNA (Werdelin & Nilsonne 1999; Bedford 2004). Namun berbeda pada unggas yang memiliki testis di dalam tubuhnya (internal).

Kenaikan suhu testis dapat mengurangi jumlah sperma yang dikeluarkan, menurunkan motilitas sperma, dan semakin banyak jumlah sperma yang cacat/tidak normal (Setchell 1998). Kualitas sperma dapat mengalami penurunan dengan penurunan motilitas (gerakan) sebesar 10%, abnormalitas sperma sebanyak 20% dan penurunan konsentrasi sperma dapat mencapai 61% sehingga dapat menyebabkan berkurangkan kesempatan bagi sperma yang sehat untuk dapat mencapai ovum dan memperoleh kebuntingan.

 

Sekresi Hormon

Terdapat penelitian pada banteng dan sapi yang menunjukkan hasil bahwa stress panas dapat menurunkan konsentrasi hormon testosterone (Rhynes & Ewing 1973; Wettemann & Ddesjardins 1979). Selain itu, menurut Schillo et al (1978), dapat terjadi  reduksi produksi hormon luteinizing (LH).

 

Oosit

Heat stress atau stres panas dapat mempengaruhi perkembangan oosit dan folikel (Wolfenson et al., 1997; Roth et al 2001; Ozawa et al., 2005) serta ekspresi gen (Argov et al, 2005). Pada ternak kambing, stres panas menurunkan konsentrasi plasma estradiol folikuler, aktivitas aromatase, dan memperlambat pembuahan (Ozawa et al 2005). Estradiol sendiri adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap ekspresi estrus, karena mungkin terjadi ternak yang masuk masa estrus namun tingkah lakunya tidak menunjukkan tanda birahi sehingg disebut silent heat akibat stres panas.

 

Perkembangan Embrionik.

Pada ternak sapi ditemukan bahwa stress panas pada hari pertama setelah estrus ketika embrio masih berupa satu/dua sel, menurunkan proporsi embrio yang berkembang menjadi tahap blastosit pada hari ke-8 setelah estrus. Stres panas juga mempengaruhi kualitas ovum dan daya tahan embrio muda sehingga menurunkan fertilitas.

 

Perkembangan Janin.

Stress panas selama kebuntungan menurunkan pertumbuhan janin. Pada domba bunting yang terpapar stress panas menunjukkan turunnya perkembangan janin, bobot plasenta, dan hormon plasenta menurun dalam darah (Wallace et al., 2005). Transpor glukosa melalui plasenta juga berkurang (Thureen et al, 1992). Pada sapi perah yang dala masa kering, ketika terpapar stress panas di umur bunting 7-9 bulan, terdapat penurunan bobot anak sapi yang dihasilkan dan penurunan produksi susu.

 

Tingkat Kebuntingan.

Sapi perah yang diteliti di Israel pada suhu lingkungan 32.2oC selama 72 jam setelah IB memiliki tingkat kebuntingan 0% sedang di suhu lingkungan 21.1oC tingkat kebuntingannya 48% (Ulberg & Burfening, 1967).

 

 

Referensi

 

Argov N, Moallem U, Sklan D. 2005. Summer heat stress alters the mRNA expression of selective-uptake and endocytotic receptors in bovine ovarian cells. Theriogenology 64, 1475–1489 (doi:10.1016/j.theriogenology.2005.02.014) [PubMed]

Bedford J. M. 2004Enigmas of mammalian gamete form and function. Biol. Rev. 79, 429–460 (doi:10.1017/S146479310300633X) [PubMed]

Ozawa M, Tabayashi D, Latief TA, Shimizu T, Oshima I, Kanai Y. 2005. Alterations in follicular dynamics and steroidogenic abilities induced by heat stress during follicular recruitment in goats. Reproduction 129, 621–630 (doi:10.1530/rep.1.00456)[PubMed].

Rhynes WE, Ewing LL. 1973. Testicular endocrine function in Hereford bulls exposed to high ambient temperature.Endocrinology 92, 509–515 (doi:10.1210/endo-92-2-509)[PubMed]

Roth Z, Meidan R, Shaham-Albalancy A, Braw-Tal R, Wolfenson D. 2001. Delayed effect of heat stress on steroid production in medium-sized and preovulatory bovine follicles. Reproduction 121, 745–751 (doi:10.1530/rep.0.1210745)[PubMed]

Schillo KK, Alliston C W, Malven PV. 1978. Plasma concentrations of luteinizing hormone and prolactin in the ovariectomized ewe during induced hyperthermia. Biol. Reprod. 19, 306–313 (doi:10.1095/biolreprod19.2.306) [PubMed].

Thureen P J, Trembler KA, Meschia G, Makowski E L, Wilkening RB. 1992. Placental glucose transport in heat-induced fetal growth retardation. Am. J. Physiol. 263, R578–R585 [PubMed].

Wallace JM, Regnault TR, Limesand SW, Hay WW Jr, Anthony RV. 2005. Investigating the causes of low birth weight in contrasting ovine paradigms. J. Physiol. 565, 19–26. (doi:10.1113/jphysiol.2004.082032) [PMC free article] [PubMed].

Werdelin L, Nilsonne Å. 1999. The evolution of the scrotum and testicular descent in mammals: a phylogenetic view. J Theor. Biol. 196, 61–72 (doi: 10.1006/ jtbi.1998. 0821) [PubMed].

Wettemann R P, Desjardins C. 1979Testicular function in boars exposed to elevated ambient temperature. Biol. Reprod. 20, 235–241 (doi:10.1095/biolreprod20.2.235) [PubMed]

Wolfenson D, Lew BJ, Thatcher WW, Graber Y, Meidan R. 1997. Seasonal and acute heat stress effects on steroid production by dominant follicles in cows. Anim. Reprod. Sci. 47, 9–19 (doi:10.1016/S0378-4320(96)01638-7) [PubMed]