ABSORBSI DAN SUPLEMENTASI Zn (Seng) PADA TERNAK RUMINANSIA (Oleh: Amriana Hifizah, S.Pt., M.Anim.St.*Staf Pengajar Jurusan Ilmu Peternakan UIN Alauddin)
A. Latar Belakang
Mineral merupakan suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam makhluk hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting pada tanah, bebatuan, air, dan udara. Sedangkan pada tubuh makhluk hidup sendiri mineral merupakan salah satu komponen penyusun tubuh.
Tubuh memerlukan mineral dari luar karena fungsinya yang penting untuk kelangsungan proses metabolisme. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan ternak, mineral digolongkan dalam dua kelompok yaitu makro mineral antara lain : kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), natrium (Na), klor (Cl), sulfur (S) dan mikro mineral atau trace mineral terdiri dari : besi (Fe), cuprum (Cu), Zn, molybdenum (Mo), mangan (Mn), kobalt (Co), krom (Cr), nikel (Ni), dan yodium (I) (Church dan Pond, 1982).
Mineral tidak dapat dibuat di dalam tubuh hewan, sehingga harus disediakan dalam ransum baik dalam hijauan, konsentrat, maupun pakan suplemen. Mineral juga sangat berfungsi dalam proses metabolism ternak.
Artikel ini merupakan kajian pustaka mengenai proses absorbsi dan metbolisme mineral Zn dalam tubuh ternak, bagaimana manfaatnya pada ternak ruminansia dan bagaimana suplementasinya dalam ransum.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah sebagai bahan informasi bagi yang berkecimpung dalam dunia peternakan, mengenai pentingya mineral Zn dalam tubuh ternak, proses metabolismenya dan suplementasinya dalam ransum ternak ruminansia.
PEMBAHASAN
A. Deposisi dan Fungsi Mineral Zn
Jumlah Zn dalam tubuh adalah 3 mg persen. Jumlah terbanyak terdapat dalam jarigan epidermal (kulit, rambut, bulu wol) dan juga terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dalam tulang, otot, hati, organ kelamin dan darah. Pada darah 75% dari Zn ditemukan pada sel darah merah, 22% dalam serum darah, dan sisanya 3% dalam sel darah putih (Lioyd dan Crampton, 1978).
Zn juga terdapat dalam enzim-enzim carbonic anhidrase, uricase, phospatase dan hormon isulin. Carbonic anhidrase terdapat dalam sel darah merah, mempunyai peranan penting dalam mengeluarkan CO2 dari tubuh dan mengandung 0,3% Zn. Zn juga terdapat dalam susu dan juga kolostrum dalam jumlah yang lebih besar (Lioyd dan Crampton, 1978).
Dari segi fisiologis, Zn berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan (Solomon, 1993).
Dari segi biokimia, Zn sebagai komponen dari 200 macam enzim berperan dalam pembentukan dan konformasi polisome, sebagai stabilisasi membran sel, sebagai ion-bebas ultra-seluler, dan berperan dalam jalur metabolisme tubuh (Soegih, 1992).
Peranan terpenting Zn bagi makhluk hidup adalah untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, sebab Zn berperan pada sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat, dan pembentukan embrio. Dalam hal ini, Zn dibutuhkan untuk proses percepatan pertumbuhan, menstabilkan struktur membran sel dan mengaktifkan hormon pertumbuhan. Zn juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada defisiensi Zn ditemukan limfopeni, menurunnya konsentrasi dan fungsi limfosit T dan B (Tjokronegoro, 1992).
Selain itu, Zn juga berperan dalam berbagai fungsi organ. Misalnya, keutuhan penglihatan yang merupakan interaksi metabolisme antara Zn dan vitamin A.
- B. Defisiensi Mineral Zn Pada Ternak Ruminansia
Seperti unsur nutrisi, mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Kekurangan salah satu atau lebih mineral tersebut akan mengganggu sistem fisiologis ternak dan menyebabkan penyakit yang disebut defisiensi mineral. Defisiensi mineral pada umumnya dapat terjadi bila asupan bahan makanan sumber mineral kurang, komposisi air dan tanah kurang mineral tertentu, atau terdapat gangguan penyerapan dan metabolisme dalam tubuh (Soepardi 1982).
Defisiensi mineral Zn akibat dari rendahnya kandungan pada pakan sering diklasifikasikan sebagai defisiensi berat, menengah dan ringan. Defisiensi berat dapat dilihat dari gejala klinis yang ditimbulkannya seperti dermatitis, anorexia, dan parakeratosis; defisiensi menengah dapat dilihat pada gejala sub klinis yang ditimbulkannya seperti menurunnya Zn plasma dan respon kekebalan tubuh ternak; sedangkan defisiensi ringan biasanya terjadi bila dihubungkan dengan cekaman. Defisiensi Zn juga dapat menyebabkan terjadinya alopecia, parakeratosis, dan kegagalan reproduksi (Tillman et al., 1991).
Defisiensi Zn pada hewan menyebabkan pertumbuhan terlambat akibat kurang dapat mempergunakan protein dan mineral S. Availibilitas Zn dalam pakan yang rendah, juga disebabkan oleh kandungan mineral lain yang bersifat antagonis tersebut tinggi seperti Ca, P dan Cu (Tillman et al., 1991).
Defisiensi Zn juga dapat menurunkan penampilan, pembengkakan kaki dan dermatitis terutama pada leher, kepala, dan kaki, juga terjadi gangguan penglihatan, penurunan fungsi rumen dan sulitnya penyembuhan luka
(Parrakasi, 1998).
McDowel (1983) menemukan bahwa pada ternak ruminansia (sapi potong ataupun sapi perah) yang diberi hijauan pakan ternak mengandung Zn (18 - 23 mg/kg) mengalami defisiensi Zn, berarti hijauan yang mengandung 23 ppm Zn availibilitas Zn-nya rendah, sehingga disarankan kebutuhan sapi potong dan sapi perah akan Zn adalah masing-masing 30 dan 40 mg/kg ransum.
Untuk meningkatkan respon kekebalan tubuh ternak disarankan suplementasi Zn ditingkatkan sampai 50 mg/kg ransum (Lieberman dan Burning, 1990).
C. Suplementasi Mineral Zn Dalam Pakan
Sebagai salah satu komponen dalam jaringan tubuh, Zn termasuk zat gizi mikro yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal, meski dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan telah berkembangnya bioteknologi maka mineral dalam bentuk organik sudah dapat diproduksi terutama mineral Zn sebagai mineral proteinat. Mineral proteinat diproduksi dengan cara “chelating” garam metal terlarut dengan asam amino atau hidrolisa protein. Suplementasi Zn dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk senyawa an-organik seperti seng-sulfat maupun organik, seperti seng-asetat. Dintara dua senyawa Zn tersebut ada kecenderungan Zn organik bioavailibilitasnya lebih tinggi (Anonim, 2010).
Suplementasi mineral seng-asetat dalam ransum dapat mengaktifkan beberapa enzim dan hormon yang berhubungan dengan metabolisme dan fungsi reproduksi ternak pada fase pertumbuhan. Suplementasi Zn perlu diperhatikan karena penyerapan dalam tubuh ternak banyak berkompetisi dengan ion-ion metal transisi seperti Fe++/Fe+++ dan Cu++ (Linder, 1992).
Setelah penyerapan dan pemindahan ke plasma darah, jika dalam ekuilibrium Zn terikat dalam albumin, a2 globulin dan anti protease, serta jika dalam keadaan berlebihan akan terakumulasi pada ikatan metalotionein. Sehubungan degan hal itu, untuk meningkatkan efisiesi penggunaan Zn sebaiknya perlu memperhatikan mineral-mineral lainnya terutama yang bersifat antagonis seperti Cu dan P. Kelebihan Ca dalam ransum perlu diperhatikan, karena dapat berpengaruh pada penyerapan Zn (Tilman et al. 1991).
- D. Pengaruh Suplementasi Mineral Zn Terhadap Produktivitas Ternak Ruminasia
Keberadaan Zn sangat penting dalam memenuhi kebutuhan mikro mineral dalam konsentrat, karena pakan yang ada di Indonesia tergolong marginal sampai defisien (Little, 1986).
Suplementasi Zn dalam ransum baik dalam senyawa organik maupun an-organik adalah untuk mengaktivasi beberapa hormon dan enzim yang berhubungan dengan metabolisme dan fungsi reproduksi ternak.
Hasil kecernaan yang semakin tinggi adalah pada ransum yang disuplementasi dengan seng-asetat, yang berarti kehadiran Zn ++ dapat memacu aktivitas DNA dan RNA polimerase. Kondisi fisiologis ini dapat menciptakan keseimbangan neurohormonal, sehingga aktivitas enzim, baik yang dihasilkan mikroba rumen ataupun hewan inang meningkat sesuai dengan fungsi fisiologis masing-masing, yang menyebabkan kecernaan nutrien pada ransum akan semakin meningkat pula (Putra, 1999).
Perbaikan mutu pakan dan suplementasi Zn dapat meningkatkan pH cairan rumen dari 7 sampai 8 (bersifat alkalis) dengan pH tertinggi terdapat pada perbaikan mutu pakan yang disuplementasi Zn-asetat (Little, 1986).
Kehadiran Zn++ pada seng-asetat akan meningkatkan penggunaan energi terutama hidrolisis, absorbsi, dan penggunaan Zn++ aktivator enzim-enzim pencernaan. Salah satu enzim pencernaan yang dapat diaktivasi adalah karboksi peptidase, sehingga kehadiran enzim ini dapat membantu metabolisme karbohidrat dan protein. Kecernaan nutrien pakan secara in vivo pada ternak ruminansia ditentukan oleh kandungan serat kasar pakan (faktor eksternal) dan aktivitas mikroba (faktor internal), terutama bakteri dan interaksi dari kedua faktor tersebut (Putra, 1999).
Mineral Zn memiliki peran penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Suplementasi Zn dapat mempercepat sintesa protein oleh mikroba dengan melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba. Zn diabsorbsi melalui permukaan mukosa jaringan rumen (Arora, 1989).
Pada konsentrasi rendah (5-10?g/ml), Zn menstimulir pertumbuhan ciliata rumen. Selain itu Zn juga dapat langsung masuk ke dalam inti sel bakteri rumen dan memacu pertumbuhannya terutama bifido bakterium (Ogimoto, 1981).
E. Absorpsi dan Metabolisme Zn pada Ruminansia
Absorpsi Zn yang utama terjadi pada bagian usus kecil. Pada ruminansia sepertiga pemberian Zn per oral diabsorpsi di abomasum, tetapi daerah absorpsi yang utama adalah usus kecil dan yang paling aktif pada duodenum. Absorpsi Zn dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain serta kandungan Zn dalam ransum dan bentuk Zn yang diserap (Underwood, 1977).
Ruminansia dapat mengabsorpsi 20 - 40 % Zn dari yang terkandung dalam pakan, namun pada ternak muda absorpsinya relatif lebih tinggi. Tingginya level kalsium dapat menghambat absorpsi Zn pada monogastrik (Georgievskii et al., 1982).
Asam fitrat pada hewan ruminansia merupakan masalah khusus, karena bahan pakan yang kaya akan fitrase mempunyai manfaat bagi kehidupan protozoa yang terdapat dalam ransum. Hewan-hewan ruminansia yang dipelihara secara merumput atau yang diberi ransum dengan hijauan tinggi, maka asam fitrat akan lebih mudah dicerna dan kurang mempengaruhi ketersediaan mineral Zn dibandingkan dengan jika ransum tersebut dikonsumsi oleh hewan monogastrik. (Piliang, 1997).
Meskipun demikian, anak sapi yang rumennya belum berfungsi dan berkembang sempurna dan juga hewan-hewan ruminansia yang diberi ransum dengan kandungan konsentrat tinggi, dimana protozoa dalam rumennya telah banyak berkurang atau hilang, maka respon terhadap pemberian mineral Zn dalam ransum akan sama dengan hewan-hewan monogastrik (Piliang, 1997).
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbaikan mutu pakan dan suplementasi Zn dapat meningkatkan pH cairan rumen dari 7 sampai 8 (bersifat alkalis) dengan pH tertinggi terdapat pada perbaikan mutu pakan yang disuplementasi Zn-asetat. Absorpsi mineral Zn dipengaruhi mineral lain yang sifatnya sinergis dan antagonis. Pemberian mineral Zn yang berlebihan mengakibatkan keracunan yang diperlihatkan pada penurunan berat badan, konsumsi dan efisiensi penggunaan ransum.