MENENGOK KEMBALI KONDISI DI MASA PANDEMI DAN STRATEGI MEMPERKUAT POSISI SEKTOR PETERNAKAN

  • 12:06 WITA
  • Admin Jurusan Ilmu Peternakan
  • Artikel


Tahun 2020 menjadi tahun pandemi saat wabah virus covid-19 melanda seluruh dunia. Secara global, banyak negara terdampak oleh wabah virus ini baik dari segi kesehatan bahkan merambat ke sisi ekonomi. Tidak terkecuali di Indonesia, di mana di bulan Februari 2021, total kasus covid-19 di negara ini sudah mencapai .2 juta kasus menurut data Satgas Penanganan Covid. Tingginya jumlah orang yang terpapar virus Corona ini, terbatasnya pergerakan manusia dan ancaman kesehatan meyebabkan guncangan ekonomi di Indonesia dan dunia. Tercatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami minus 3.49% pada kuartal III-2020. Sektor peternakan pun tak luput dari dampaknya. Terganggunya sektor sektor peternakan dirasakan oleh banyak pihak, baik konsumen, maupun para pengusaha. Menilik kembali tahun 2020 di mana eksistensi ekonomi peternakan mengalami banyak fluktuasi. Padahal, sektor peternakan merupakan salah satu penyedia kebutuhan dasar manusia dalam hal pangan. Beberapa di antara kondisi yang terjadi sepanjang tahun lalu di sektor peternakan yaitu:

Ketidakstabilan Harga Pasar

Pengaturan waktu operasional pasar, pusat pembelanjaan, penerapan pembatasan sosial, dan aturan lain guna meminimalkan interaksi dan terbentuknya kerumunan menyebabkan demand konsumen menurun dan mempengaruhi harga jual produk asal ternak. Hal ini terlihat jelas pada komoditas ayam pedaging. Dilansir dari katadata.co.id1 pada 7 Juli 2020, Gabungan Organisasi Peternak Ayam (Gopan) menyebutkan harga ayam mengalami kenaikan dan berefek pada terjadinya inflasi akibat sedikitnya peternak yang kembali menekuni peternakan setelah dihantam kerugian akibat pandemi. Pengaruh besarnya, keterbatasan pasokan ayam di pasaran dan menaikkan harga ayam di tingkat konsumen. Harga tingkat konsumen di 6 Juli 2020, tercatat terendah RP. 29.250 yang berada di daerah Sulawesi Barat sedangkan harga tertinggi mencapai Rp. 47.400 di daerah Papua, sedangkan rata-rata nasional sebesar Rp. 39.250/kg (data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional).

Logistik Terganggu

Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah di Indonesia juga cukup mengganggu alur logistik produk peternakan. Tidak hanya di Indonesia, hal ini juga terjadi di berbagai daerah di dunia di mana berbagai bahan pakan masih diimpor utamanya yang berasal dari China. Seperti yang telah diketahi, bahwa virus covid-19 mulai merebak dari China. Selama ini ketergantungan terhadap produk China sangat tinggi. Seperti dilansir oleh troboslivestock2, pernyataan Ketua GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Johamn, bahwa selama ini China yang menyuplai bahan baku pakan imbuhan (feed additive), vitamin serta CGM (Corn Gluten Meal). Covid-19 menyebabkan operasional pabrik produsen bahan pakan tersebut dihentikan sehingga terjadi hambatan pada suplai. Negara China menguasai pasar bahan pakan tersebut sekitar 60-70%  secara global sehingga terganggunya operasioanl di sana akan menggangu pula logistik bahan baku pakan serta menyebabkan biaya yang tinggi di negara-negara pengimpor.

Tenaga Kerja

Isu risiko kesehatan dan risiko tertular virus yang sangat mudah menular ini mengkhawatirkan banyak pihal serta pembatasan sosial juga berimbas pada sektor ketenagakerjaan. Tingginya biaya produksi, demand konsumen yang menurun serta ancaman penularan covid-19 membuat sebagian pengusaha memilih merumahkan karyawannya dan membatasi jumlah produksi. Hal ini terlihat dari jumlah pengangguran di Indonesia yang meledak hingga bertambah 2.67 juta orang selama pandemi di tahun 2020 berdasarkan data dari Menteri Ketenagakerjaan.

Dikutip dari Cattle Buffalo Club3,  dibandingkan dengan pekerja di sektor umum, peternak dan petani rata-rata berumur lebih tua. Hasil sensus pada para pelaku pertanian (agri) yang diadakan tahun 2017 menyimulkan rataan umur operator pertanian adalah 58 tahun, yang sepuluh tahun lebih tua dibanding rataan pekerja di sektor lainnya. Usia 65 tahun ke atas sebesar 27% sedangkan yang usianya di atas 75 tahun mencapai 11.7%. Usia ini termasuk usia yang rentan terkena gejala covid-19 berat sehingga jika laju penularan virus tidak dapat ditahan, dan menyerang para petani yang berusia lanjut, akan menimbulkan kepanikan aktivitas dan memperburuk produksi pangan.

Melemahnya sektor peternakan membutuhkan strategi untuk membangkitkan kembali gairah ekonomi yang sempat terimbas pandemi. Beberapa strategi yang dapat diterapkan dan dikembangkan sebagai jalan keluar mengatasi berbagai persoalan tersebut yakni:

Penjualan Daring (On Line)

Teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju dan mudah dijangkau oleh masyarakat menjadi tonggak yang menahan sektor ekonomi dapat tetap bertahan di masa pandemi. Kementerian Komuniaksi dan Informatika mencatat transaksi penjualan secara digital atau online terus meningkat di tengah pandemi Covid-19. Dicatat pada bulan April 2020 lalu transaksi dagang online meningkat sebesar 480% dibandingkan Januari 20204. Mengikuti trend penjualan daring, bahan pangan asal ternak juga telah masuk ke pasar ini. Beberapa perusahaan dan retail daging sapi, ayam, dan telur telah menjangkau konsumen melalui penjualan berbasis teknologi terutama di media sosial. Kondisi ini merupakan sisi positif dari pembatasan sosial yang diterapkan, karena pedagang dan pembeli memindahkan transaksinya ke metode daring. Secara biaya dan waktu, tentu hal ini relatif lebih efisien. Sehingga dapat menjadijalan keluar dari masalah pembatasan aktivitas selama pandemi.

Makanan Beku (Frozen Food)

Mengatasi masalah logistik yang tidak lancar dan ketidakstabilan alur pengeluaran stok produk, maka forzen food menjadi solusi mengamankannya. Masalah yang mungkin terjadi adalah kesalahpahaman konsumen yang menganggap produk beku kurang berkualitas dibandingkan yang segar. Interpretasi ini tentu keliru sehingga harus lebih disosialisasikan mengenai kualitas produk-produk pangan beku khsusunya dari hewani. Makanan beku ini juga mencakup berbagai diversifikasi hasil ternak seperti nuget, sosis, bakso dan lainnya. Di samping daya simpan yang lebih panjang, juga lebih variatif sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Industri besar maupun usaha kecil menengah perlu melihat celah ini di mana banyak konsumen juga mulai mengonsumsi pangan asal hewani sebagai makanan selingan (cemilan), bukan lagi hanya sebagai lauk utama. Usaha kecil penjualan makanan beku juga sudah dilirik karena prospeknya yang menjanjikan bahkan di level usaha rumah tangga.

Fast Food Industry dan Jasa Kurir Makanan

Maraknya jasa pengiriman makanan secara daring (online) juga membuka peluang kerja sama antara penyedia jasa kurir dan restoran, warung makan, terutama bagi bisnis makanan siap saji (fast food). PSBB yang membatasi kegiatan makan di restoran/rumah maka/warung menjadi pemicu melonjaknya transaksi dengan jasa kurir. Telah banyak aplikasidi ponsel pintar yang digunakan dalam jasa pengiriman makanan ini dan hubungan saling menguntungkan antara penyedia jasa kurir dan penjual makanan khususnya fast food dari pangan hewani ini tentu menjadi salah satu “penyelamat” sektor peternakan di masa pandemi.

Pakan Lokal

Tak hanya dari segi pangan hewani, kita juga harus melihat dari sisi penyediaan pakan. Logistik pakan yang sempat terpuruk akibat covid-19 perlu perhatian lebih. Berbagai riset mengenai pengembangan pakan lokal sudah saatnya disebarluaskan aplikasinya pada peternak. Menyadari peran penting aspek pakan, baik unggas maupun ruminansia, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) I Ketut Diarmita menilai perlu dikembangkan upaya untuk dapat memproduksi pakan secara mandiri dengan pengelolaan dari masyarakat (kelompok peternak-petani) yang dapat kontinu dan mengandalkan bahan pakan lokal yang tersedia di wilayah masing-masing5. Menurut Santoso (2020) strategi pengembangan dan optimasi integrasi perkebunankelapa sawit-sapi, dan penerapan teknologi pakan. Beberapa di antaranya yaitu amoniasi jerami padi dan aplikasi mikroba probiotik pada konsentrat dan pakan komplit blok.

Menghadapi masa pandemi yan berkepanjangan membuat berbagai sektor goyah, tidak terkecuali sektor peternakan. Namun dengan melihat dan memanfaatkan peluang yang ada serta optialisasi teknologi, bukan tidak mungkin sektor ini akan jauh lebih kuat dan berkembang dibanding sebelumnya. Dibutuhkan peran serta seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah, akademisi, praktisi di bidang peternakan untuk bersinergi memajukan peternakan.

 

Referensi:

1https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5f03d4817f608/peternak-sebut-harga-ayam-naik-karena-turunnya-pasokan-imbas-pandemi

2http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/04/01/7/12858/industri-pakan-terdampak-covid19-

3http://cattlebuffaloclub.peternakan.unpad.ac.id/2020/05/10/covid-19-dampak-terhadap-sektor-pertanian-dan-peternakan/

4https://economy.okezone.com/read/2020/10/05/455/2288689/penjualan-online-naik-480-selama-pandemi-covid-19

5http://pakan.ditjenpkh.pertanian.go.id/kemandirian-pakan-penting-di-tengah-pandemi-covid-19/

Santoso, B. 2020. Prospek Pengembangan Sapi Potong di Era Normal Baru Pasca Pandemi Covid-19. Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis Peternakan VII–Webinar: Prospek Peternakan di Era Normal Baru Pasca Pandemi Covid-19, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, 27 Juni 2020, ISBN: 978-602-52203-2-6.


Penulis: Ayu Lestari, S.Pt., M.Si.