A. Latar Belakang
Pakan
merupakan salah satu komponen cukup penting dalam industri perunggasan. Biaya
produksi dari pakan dapat mencapai sekitar 80%. Hal ini sangat dirasakan
khususnya pada peternak mandiri. Tingginya biaya produksi tersebut disebabkan
oleh sebagian besar bahan baku pakan masih di impor, apatah lagi dengan adanya
kebijakan pemerintah tentang tentang kenaikan bea masuk impor bahan pakan
ternak menjadi lima persen mulai 1 Januari 2012 yang diatur dalam PMK Nomor
13/PMK.011/2011, banyak pengamat perunggasan memprediksikan harga pakan akan
naik.
Berbagai
penelitian yang telah dilakukan untuk mencari bahan baku alternatif dalam pakan
unggas oleh ahli makanan ternak. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengurangi
impor bahan baku dan menurunkan biaya produksi dalam indutsri perunggasan yang
berasal dari pakan. Hasil kajian yang dilakukan menunjukan beberapa bahan baku
lokal mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas. Dalam
tulisan ini akan diuraikan beberapa bahan baku lokal yang dapat menjadi
alternatif untuk pakan unggas.
B. Pengertian bahan baku lokal untuk pakan ternak
unggas
Bahan baku
adalah segala jenis bahan baku baik yang berasal dari tanaman, hewan, dan
limbah (pertanian, peternakan, perkebuanan dan industri pengolahannya) yang
diperoleh di dalam negeri. Selanjutnya bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan
secara efesien oleh ternak. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan bahan baku lokal sebagai pakan ternak, yaitu: tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia, mudah diperoleh, dan dapat diproduksi secara kontinyu.
Kendala yang
sering ditemukan dalam penggunaan limbah pertanian, peternakan, dan perkebunan
sebagai bahan baku lokal untuk pakan, yaitu kandungan serat kasar yang cukup
tinggi dan protein yang rendah. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah
tersebut, maka penambahan bahan-bahan aditif atau imbuhan pakan serta bahan
pakan lain masih perlu dilakukan agar kandungan nutrisnya menjadi lebih baik
(komar, 1984).
C. Berbagai
jenis bahan baku lokal untuk pakan unggas
Berbagai
jenis bahan baku lokal yang telah dianalisa kandungan nutrisinya yang mempunyai
potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pakan ternak unggas, yaitu:
1. Eceng gondok
Eceng gondok (Eichornia
crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau,
waduk dan sungai yang alirannya tenang. Tanaman ini menjadi kendala di daerah
tersebut, karena pertumbuhan bergitu cepat dalam sehari sekitar 3%, sehingga
dalam waktu yang capat dapat menutupi permukaan rawa atau danau. Keberadaan
tanaman ini lebih sering dianggap sebagai gulma air yang sangat merugikan
manusia, karena menyebabkan pendangkalan sungai atau waduk serta menyebabkan
penguapan air dan penurunan unsur hara yang cukup besar (Mahmilia, 2005).
Hasil
analisis kimia menunjukan komposisi eceng gondok dalam bentuk bahan kering
adalah: protein kasar 6,31%, lemak kasar 2,83%, serat kasar 26,61%, Ca dan P
masing-masing 0,47 dan 0,66%, abu 16,12% serta BETN 48,14% (Mahmilia 2005).
Menurut Soedarmono (1983) kandungan protein eceng gondok sekitar 11,95%, akan
tetapi kandungan serat kasarnya cukup tinggi, sehingga dalam pemanfataannya
pada ternak unggas harus dibatasi. Menurut hasil analisis Laboratorium Ilmu
Makanan Ternak (2005), pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pakan
mempunyai beberapa kelemahan, yaitu kandungan air yang tinggi, teksturnya
halus, dan banyak mengandung protein yang sulit dicerna.
Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan serat kasar eceng gondok
adalah teknologi fermentasi. Hasil penelitian dengan menggunakan kapang dari
galur T.harzianum menujukanpeningkatan
nilai gizi tepung eceng gondok, yaitu: protein kasar 61,81% dan
penurunan serat kasar sebesar 18%. Selanjutnya hasil uji biologis selama 6
minggu pada ayam ras pedaging menunjukan penggunaan tepung eceng gondok
fermentasi sampai tingkat 15% dapat dilakukan (Mahmilia 2005). Pada penelitian
tersebut tepung eceng gondok yang digunakan merupakan pengganti dedak dalam
ransum. Disamping itu mikroba lain yang dapat digunakan sebagi
fermentator pada eceng gondok adalah Aspergillus niger (Laboratorium
Ilmu Makanan Ternak, 2005). Hasil penelitian lain yang dilakukan Saleh, Rifai
dan Sari (2005), tentang penggunaan tepung daun eceng gondok 15% yang
dikombinasikan dengan paku air 10% (Azolla pinnata)
terfermentasi dalam ransum ayam ras pedaging selama delapan minggu tidak
memberikan efek yang merugikan. Eceng gondok yang digunakan sebagai pakan
dalam bentuk segar sebaiknya dimasak dan dipotong-potong kecil kemudian
dicampurkan dengan bahan pakan lain.
2. Daun
ubi kayu
Tanaman ubi
kayu (Manihot
utilisima) cukup populer pada masyarakat Indonesia. Di sebagian
wilayah di Indonesia umbinya (singkong) dijadikan sebagai makanan pokok.
Selain umbinya yang dapat dimanfaatkan, bagian daun, khususnya yang tua dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk pakan unggas. Daun ubi kayu (segar dan
kering) memiliki kandungan mineral kalsium yang cukup tinggi dibandingkan
jagung dan sorgum. Kandungan kalsium (Ca) daun ubi kayu 0,25% Posfor (P)
0,15% (Hartadi, Reksohadiprodjo, Tillman, 1986). Kandungan nutrisi daun
ubi kayu berdasarkan bahan kering, yaitu 27,3% protein kasar, 7,6 sampai 10,5%
lemak, 5,7 sampai 8,8% serat kasar, 50,1 sampai 51,9% BETN, energi 1991 kkal/kg
dan bahan keringnya 81,50% (Gohl, 1981; Widodo, 2009).
Hasil
penelitian pada ayam ras pedaging menunjukan, bahwa tepung daun ubi kayu dapat
digunakan dalam campuran ransum sampai 10% (Voght, 1966; Parakkasi, 1983 dalam Widodo,
2009). Apabilah level tersebut dinaikan sampai 20% dalam ransum ayam ras
pedaging dapat menurunkan pertambahan berat badannya (Roos dan Enriques, 1969 dalam Widodo,
2009). Namun penelitian yang dilakukan Siswantoro (1994), menunujukan bahwa
penggunaan tepung daung ubi kayu sampai level 20% dapat memperbaiki konsumsi
pakan dan bobot badan ayam ras pedaging.
Adanya
perbedaan hasil yang diperoleh dari kedua hasil penelitian tersebut diatas mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan nutrisi
tepung daun ubi kayu. Menurut Widodo (2009), kandungan nutrisi daun ubi
kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: varietas, kesuburan tanah,
komposisi campuran daun dan tangkai, serta umur tanaman. Disamping itu
kandungan asam sianida (HCN) pada daun ubi kayu merupakan salah satu faktor
pembatas dalam penggunaanya dalam ransum unggas.
Kandungan
asam sianida daun ubi kayu dapat diturunkan melalui proses pelayuan dan
pengeringan serta dapat membantu dalam penyimpanan daun ubi kayu dalam waktu
yang cukup lama. Konsentrasi asam sianida dapat diturunkan dengan cara
pengukusan yang selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari (Purwanti, 2006).
3. Bungkil
kelapa sawit
Beberapa
peneliti melaporkan, bahwa limbah industri pengolahan kelapa sawit menjadi
minya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Salah satu limbahnya yang memiliki
potensi adalah bungkil kelapa sawit. Kandungan nutrisi bungkil kelapa sawit
terutama energi dan proteinnya tergolong rendah, akan tetapi memiliki daya
cerna yang cukup tinggi. Hasil analisis kandungan nutrisi bungkil kelapa sawit
yang dilakukan Suhartatik (1991) dalam Widodo (2009),
yaitu 92,12% bahan kering, 12,94 protein, 24,88 serat kasar, 3,81 lemak kasar,
dan 4,01 abu. Disamping itu kandungan asam amino yang dimiiki cukup lengkap.
Bungkil
kelapa sawit memiliki beberapa kelemahan, seperti kandungan serat kasar yang cukup
tinggi dan kandungan asam amino metionin dan lisin yang rendah, sehingga
penggunaanya dalam ransum unggas harus dibatasi dan disubtitusi asam amino
tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor
untuk menurunkan kandungan serat kasar limbah kelapa sawit adalah teknologi
fermentasi. Hasil pengujian biologis menunjukkan bahwa produk fermentasi limbah
sawit dapat digunakan hingga 10% di dalam ransum ayam broiler dan ayam kampung,
sedangkan pada itik yang sedang tumbuh dapat digunakan sampai 15% dalam
ransumnya (Sinar Tani, 2009). Beberapa hasil penelitian lain menunjukan potensi
bungkil kelapa sawit dalam memperbaiki performa ayam ras pedaging, pertambahan
berat badan dan konversi pakan(Lubis, 1980; Hartati 1983 dalam Widodo,
2009). Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Nazar dan Budiono
(2010), menunjukan bahwa penambahan bungkil kelapa sawit sampai 75% menyebabkan
terjadinya penurunan berat karkas. Hasil penelitian tersebut menyarankan
pemebrian bungkil kelapa sawit dapat dilakukan sampai 25% dalam ransum ayam ras
pedaging.
D. Penutup
Urain potensi
bahan baku lokal untuk ransum unggas dalam tulisan ini hanyalah sebagian kecil
dari bahan baku lokal yang telah dilakukan pengkajian. Pemanfaatan bahan baku
lokal merupakan salah satu upaya untuk mengurangi impor bahan baku pakan unggas
dan menurunkan biaya produksi dari pakan pada usaha peternakan. Namun
penggunaanya dalam ransum unggas selama ini belum sepopuler dengan bahan baku
konvensinal.
Penulis : Muhammad Nur Hidayat
Admin Web : Muh. Arsan Jamili